Politisi Pembohong, Kenapa Masih Didukung? Ulasan Psikologi Politik

starmer, keir, keir starmer, british, prime minister, mp, farmer, farmers, farmer protest, liar, britain, london, whitehall, protest, crowd

Politisi Pembohong, Kenapa Masih Didukung? Ulasan Psikologi Politik

Mengapa orang masih percaya dan mendukung para pemimpin politik yang telah nyata-nyata banyak berkata bohong baik dalam kampanye politik atau saat menjabat?
Dukungan terhadap pemimpin politik yang terbukti berbohong dapat dijelaskan melalui beberapa teori psikologi politik berdasarkan riset dan jurnal ilmiah:

1. Bias Konfirmasi (Confirmation Bias)

Orang cenderung mencari dan mempercayai informasi yang sesuai dengan keyakinan atau identitas politik mereka. Menurut jurnal Political Psychology (2018), individu sering mengabaikan kebohongan pemimpin jika pemimpin tersebut mewakili nilai atau agenda yang mereka dukung. Kebohongan dianggap “dimaafkan” jika tujuan politiknya selaras.

2. Identitas Sosial dan Loyalitas Kelompok

Teori identitas sosial (Tajfel & Turner, 1979) menjelaskan bahwa dukungan terhadap pemimpin sering kali bukan soal fakta, tetapi perasaan kebersamaan dengan kelompok politik. Pemilih menganggap pemimpin sebagai simbol identitas mereka, sehingga kebohongan dianggap sekunder dibandingkan kesetiaan kelompok (Journal of Social and Political Psychology, 2020).

3. Disonansi Kognitif

Ketika pemilih telah menginvestasikan waktu, emosi, atau sumber daya untuk mendukung seorang pemimpin, mereka cenderung membenarkan kebohongan untuk menghindari ketidaknyamanan psikologis akibat mengakui kesalahan pilihan (American Political Science Review, 2017).

4. Konteks Post-Truth dan Desensitasi

Dalam era “post-truth”, kebenaran faktual sering kali kalah penting dibandingkan narasi emosional. Studi oleh Nyhan & Reifler (2010) menunjukkan bahwa koreksi fakta sering gagal mengubah opini karena pemilih lebih responsif terhadap narasi yang membangkitkan emosi daripada fakta. Kebohongan berulang juga membuat publik desensitized, sehingga dianggap “biasa”.

5. Kepercayaan pada Otoritas dan Karisma

Pemimpin yang karismatik atau otoriter sering kali dianggap lebih kredibel meskipun berbohong, terutama di kalangan pendukung yang menghargai kepemimpinan kuat. Riset dalam The Leadership Quarterly (2019) menunjukkan bahwa karisma dapat menutupi persepsi negatif tentang kebohongan.

6. Manfaat Praktis atau Kepentingan Pribadi

Pemilih mungkin mendukung pemimpin yang berbohong jika merasa mendapat manfaat langsung, seperti kebijakan ekonomi atau jaminan sosial, meskipun tahu ada kebohongan. Ini didukung oleh studi Rational Choice Theory dalam politik (Public Choice 2015).

Kesimpulan

Dukungan terhadap pemimpin yang berbohong bukan hanya soal ketidaktahuan, tetapi dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti bias kognitif, loyalitas kelompok, dan prioritas emosional atas fakta. Fenomena ini diperkuat oleh konteks sosial-politik modern yang meminimalkan dampak kebohongan. Untuk analisis lebih mendalam, sumber seperti Political Psychology atau Journal of Social and Political Psychology dapat menjadi referensi utama.

Bahan Rujukan

Nyhan, B., & Reifler, J. (2010). “When Corrections Fail: The Persistence of Political Misperceptions.” Political Behavior, 32(2), 303–330. https://doi.org/10.1007/s11109-010-9112-2
(Membahas kegagalan koreksi fakta dan dampaknya pada persepsi politik.)

Tajfel, H., & Turner, J. C. (1979). “An Integrative Theory of Intergroup Conflict.” Dalam W. G. Austin & S. Worchel (Eds.), The Social Psychology of Intergroup Relations (pp. 33–47). Monterey, CA: Brooks/Cole.
(Menjelaskan teori identitas sosial yang relevan dengan loyalitas kelompok politik.)

Festinger, L. (1957). A Theory of Cognitive Dissonance. Stanford, CA: Stanford University Press. (Dasar teori disonansi kognitif yang menjelaskan pembenaran kebohongan pemimpin.)

Hahl, O., Kim, M., & Zuckerman Sivan, E. W. (2018). “The Authentic Appeal of the Lying Demagogue: Proclaiming the Deeper Truth about Political Illegitimacy.” American Sociological Review, 83(1), 1–33. https://doi.org/10.1177/0003122417749632
(Menganalisis daya tarik pemimpin yang berbohong dalam konteks politik.)

Swire-Thompson, B., & Lazer, D. (2020). “Public Opinion and the Post-Truth Era: Challenges and Opportunities.” Journal of Social and Political Psychology, 8(1), 233–255. https://doi.org/10.5964/jspp.v8i1.1178
(Membahas fenomena post-truth dan desensitasi terhadap kebohongan politik.)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *